Monday, July 28, 2008

Kontroversi EYD : -Au-tonomi atau –O-tonomi

Karena mengikuti tradisi, penyimpangan makna dari penyerapan kata-kata asing terus berlangsung. Kesalahan makna dalam dunia ilmiah atau akademik mengakibatkan kesalahan pemahaman. Sayangnya banyak akademisi meneruskan kesalahan makna atas dasar alasan pragmatisma atau kepraktisan.


Salah satu contohnya adalah penggunaan kata otonomi sebenarnya sudah banyak dijumpai dalam masyarakat kita. Namun banyak dari kita yang tidak menyadari bahwa kata otonomi sendiri sebenarnya merupakan penyerapan dari kata autonomy. Beberapa hal yang harus dijadikan dasar untuk menjawab masalah ini yaitu kaidah penyerapan dan makna asli dalam bahasa sumber. Berikut adalah aturan dari PUPI dalam penyerapan kata autonomy :


- Berdasarkan taraf integrasinya unsur serapan dalam bahasa Indonesia dapat dibagi atas tiga golongan besar.

- Pertama unsur-unsur yang sudah lama terserap ke dalam bahasa Indonesia yang tidak perlu lagi diubah ejaannya, misalnya, sirsak, iklan, dongkrak, pikir dll


Dalam pedoman penyerapan dalam butir yang sama ditunjukkan au tetap menjadi au. Alasan kaidah ini adalah bahasa Indonesia mengenal vokal rangkap au selain oi dan ai. Istilah-istilah yang telah atau seharusnya mengikuti kaidah ini sehingga merefleksi keintelektualan bahasa

Istilah-istilah yang telah atau seharusnya mengikuti kaidah ini sehingga merefleksi keintelektualan bahasa adalah :


Istilah dalam bahasa Inggris

Seharusnya menjadi

Bukan

Audience

Audiensi

Odiensi

Audio

Audio

Odio

Audit/auditor

Audit/Auditor

Odit/oditor

Audition

Audisi

Odisi

Austronesia

Austronesia

Ostronesi

Autonomy

Autonomi

Otonomi



KBBI sendiri menyarankan penulisan beberapa kata seperti berikut ini :


Otobigrafi menjadi autobiografi


Otodidak menjadi autodidak


Untuk kata autonomi, sebenarnya bukan masalah au tetap au melainkan kata auto yang merupakan kata terikat (proleksem) yang mempunyai arti “sendiri” sehingga penulisannya serangkai dengan kata yang mengikutinya. Sebaiknya proleksem auto tetap diserap menjadi “auto” agar makna “sendiri” tidak hilang dan unsur keintelektualan bahasa tetap melekat. Makna asli menjadi hilang karena terdapat kata “oto” yang berarti kain penutup dada bayi. Kata oto berasal dari ungkapan Jawa : kathok, klambi, oto.


Istilah autonomy mempunyai kedudukan yang lebih istimewa sebagai suatu istilah ilmiah, akademik atau kepemerintahan daripada kata yang lain. Istilah yang mempunyai kedudukan semacam itu sebaiknya tidak mengandung kesalahan atau merupakan penyimpangan kaidah. Kata autonomi akan lebih menunjukkan keintelektualan bahasa daripada kata otonomi meskipun telah terlanjur melekat pada kita, merambah ke segala penjuru dan tentunya lebih enak didengar. Lebih dari itu, karena kedudukan yang istimewa tersebut, orang sering menurunkan istilah dasar bentuk istilah menyimpang yang mempunyai kedudukan istimewa. Gara-gara autonomy diserap menjadi otonomi, bisa-bisa Australia diserap menjadi Ostrali.


Biarlah kata otonomi atau autonomi bersaing hingga pada saatnya nanti salah satu akan ditinggalkan lantaran keintelektualan bahasa bukan pragmatisma sehingga akhirnya terjadi konvergensi menuju ke autonomi. Semoga! Sumonggo!


Dikutip dari Seri Bahasa SWD 11 karangan Dr. Suwardjono, M.Sc, dosen FEB UGM


NB : Karena ini merupakan masalah tata bahasa yang baik dan benar maka terpaksa saya juga harus memakai kata-kata yang sesuai dengan EYD.

No comments: